JAKARTA - Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah mengimbau perusahaan untuk membayarkan tunjangan hari raya (THR) secara penuh. Artinya, pengusaha tidak boleh mencicilnya.
Tak sampai di situ, Ida juga menegaskan bahwa THR tersebut wajib dibayarkan paling lambat H-7 Lebaran atau pada 15 April 2023. Dia pun meminta perusahaan menaati aturan yang berlaku.
Merespons hal tersebut, Wakil Ketua Umum Bidang Ketenagakerjaan Kadin Indonesia Adi Mahfudz Wuhadji mengatakan, kebijakan yang dikeluarkan oleh menaker sudah tepat.
"Saya kira itu sudah tepat mengimbau (THR) dibayar secara penuh. Jadi, memang seharusnya pengusaha itu, kan, dari jauh-jauh bulan sudah mencadangkan gitu, ya, sudah memproyeksikan THR yang dimaksud, konsekuensinya itu memang pengusaha sudah menyadari, ya," kata Adi saat dihubungi VOI, Rabu, 29 Maret.
Adi menilai, untuk sejumlah perusahaan yang memang masuk dalam kategori besar, pasti akan menaati aturan tersebut. Namun, dia juga tidak menampik untuk mempertimbangkan aturan tersebut bagi perusahaan-perusahaan yang masih dalam klasifikasi kecil atau menengah.
Menurutnya, apabila perusahaan tersebut belum bisa membayarkan THR secara penuh dan tepat waktu, berarti harus ada kesepakatan antara karyawan dan si perusahaan.
"Kalau pengusaha diklasifikasi besar, tentu istilahnya enggak perlu dipertanyakan karena memang sudah ada proyeksi yang dimaksud, seyakin-yakinnya kurang lebih itu sudah taat regulasi yang dimaksud, ya, artinya sanggup membayar penuh dan tepat waktu," ujar Adi.
"Namun, jika pengusaha katakanlah diklasifikasi menengah maupun UMKM, jadi saya kira kami juga harus realistis menyikapi itu karena kami sebagai Merah Putih juga tetap harus memperhatikan mereka itu," tambahnya.
Untuk perusahaan atau pengusaha yang masih dalam klasifikasi kecil atau menengah, kata Adi, pihaknya senantiasa mengimbau untuk adanya komunikasi dan informasi yang cukup antara pengusaha dan pekerja.
Sehingga, nantinya tidak ada kesalahpahaman mengenai THR yang belum bisa dibayarkan secara tepat waktu.
"Tidak mampu bukan berarti tidak dibayarkan, misalnya ada tenggang waktu atau memang berdasarkan apa yang disepakati dan seterusnya. Nah, itu difasilitasi juga di regulasinya," ungkapnya.
Dia tidak menampik bahwa regulasi tersebut pun telah difasilitasi dalam undang-undang ketenagakerjaan.
"Kiranya konsekuensi itu di Permenaker juga difasilitasi jika ada keterlambatan, konsekuensinya adalah denda 5 persen kalau enggak salah dari total THR yang dibayarkan, jadi saya kira fleksibilitas dari sisi regulasi itu sudah bagus," jelas Adi.
"Namun, kami juga senantiasa mengimbau pengusaha juga taat regulasi pengusaha. Akan tetapi, sekali lagi saya ulang, kami tetap harus realistis menyikapi kondisi yang ada di luar," lanjutnya.
Meski begitu, Adi menyebut pihaknya akan mendukung aturan yang sudah dikeluarkan oleh kementerian ketenagakerjaan tersebut.
"Iya, kami mengacunya ke regulasi, kok, kata kunci kemampuan maupun perundingan ataupun kesepakatan itu harus difasilitasi di regulasi, kecuali tidak difasilitasi, ya, kami pun tidak bisa menyampaikan hal tersebut. Iya, tentu kami mendukung kebijakan Kemnaker," pungkasnya.