Detil Berita Terpopuler

ANGGARAN UNTUK TAMPUNG AIR HANYA Rp.3 TRILIUN
JAKARTA – Pemerintah mengakui anggaran untuk pembangunan penampungan air yang ada di APBN masih belum memadai untuk membangun infrastruktur pengendali banjir, karena hanya tersedia Rp3 triliun dari kebutuhan minimal sebesar Rp9 triliun.
Asisten Deputi Menteri Infrastruktur Sumber Daya Air Kemenko Purba Robert M. Sianipar mengatakan alokasi dana sumber daya air hanya 1,4% dari total APBN. Artinya, rata-rata anggaran untuk pengelolaan air hanya Rp20 triliun per tahun.
“Dari angka ini, untuk pembangunan tampungan baru hanya Rp3 triliun per tahun. Jauh dari idealnya sebesar Rp9 triliun per tahun atau tiga kali lipatnya dalam membangun penampungan air baru,”katanya ketika dihubungi Bisnis, selasa (28/1).
Menurutnya, jumlah waduk di Indonesia, terutama yang dikelola pemerintah sangat sedikit, yaitu hanya berjumlah 261 waduk. Selain jumlah yang minim, kapasitas tampung waduk Indonesia pun juga terbilang rendah.
Purba mengklaim kapasitas tampung air waduk Indonesia hanya 54 meter kubik per kapita per tahun. Padahal, idealnya kapasitas tampung di atas 1.000 meter kubik, dengan melihat jumlah penduduk Indonesia saat ini 240 juta jiwa.
Di sisi lain, dia juga mengaku minat investor pun masih minim untuk masuk ke sektor pembangunan waduk. Dia menjelaskan untuk menarik minat investor biasanya sepaket dengan investasi yang akan dilakukan.
Salah satu contohnya yakni PT Inalum. Perusahaan tersebut membangun waduk untuk digunakan sebagai Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA). Hal itu diperlukan untuk mendukung operasionalnya yakni dalam pengolahan alumina.
Seperti diketahui, banjir melanda Jakarta dan kawasan penyangga yang menjadi jalur distribusi bahan baku maupun bahan jadi dari kawasan industri ke Pelabuhan Tanjung Priok. Alhasil, sejak 13 January, aktivitas logistik dan arus distribusi barang terganggu.
Proyeksi kerugian akibat banjir yang melanda Jakarta dan sekitarnya telah melumpuhkan aktivitas masyarakat dan perekonomian Jakarta. Kerugian akibat bencana tersebut diperkirakan mencapai Rp50 miliar sampai dengan Rp200 miliar per hari.
“Beberapa pusat bisnis di Jakarta hampir berhenti total akibat akses jalan yang menggenangi yang tidak bisa dijangkau oleh pengunjung atau konsumen seperti Kawasan Mangga Dua, Kawasan Kelapa Gading , dan Kawasan Jatinegara,” ujar Wakil Ketua Kadin DKI Jakarta Sarman Simanjorang.
Tidak ketinggalan pengusaha Jawa Barat juga mengalami kerugian hingga Rp1 triliun. Banjir yang melanda Jakarta dan sekitarnya tersebut membuat alur perdagangan, baik domestic maupun ekspor impor dari Jabar tersebut.
Hal senada juga dirasakan para petani di Karawang, Jawa Barat yang sawahnya tersapu oleh banjir. Padahal, hanya beberapa pekan lagi sawah tersebut siap dipanen.
Begitupun dengan para pelaku usaha di pantai utara, Jawa Tengah, terutama di wilayah Pati, dan Kudus. Di daerah itu banjir telah mengakibatkan terhambatnya jalur transportasi utama.